Terlalu sering saya dicurhati oleh teman-teman sesama traveller yang mengatakan bahwa mereka dicela oleh teman-teman mereka sendiri karena sering jalan-jalan ke luar negeri. Dibilang tidak nasionalis lah, tidak cinta Indonesia, dan sebagainya. Terus terang saja, saya sering menulis cerita perjalanan luar negeri untuk Yahoo dan media lain. Saya cermati, sering ada komentar yang mengatakan “Indonesia punya pantai yang lebih bagus dari itu, ngapain jauh-jauh ke luar negeri,” dan semacamnya. Seolah-olah kalau kita tinggal di negeri yang indah, terus kita tidak punya hak untuk berkunjung ke tempat lain yang dianggap “kurang indah”.
Di Indonesia, apa ada kubah yang sedemikan fenomenal?
Bahwasanya traveling itu kewajiban tidak pernah tertuang dalam pasal apapun di UUD 45. Bahwasanya traveling hak juga tidak diatur di mana-mana juga sih huehehe. Mau bawa koper, gendong ransel sak Bagong sekalian sama Gareng Petruknya, tidak ada aturannya. Mau bawa tongsis atau tripod dan menjadikan HP sebagai remote kameranya juga monggo saja. Mau bawa fotografer profesional ya silakan saja.
Wong dolan-dolanmu dewe. Wong duit-duitmu dewe.
Apapun gaya travelingmu yang penting happy (foto oleh Bems)
*Ngomongnya sambil methentheng (kacak pinggang)* Heheee itu cuma segmen bayangan saya sendiri sih, andaikata ada yang (sekali lagi) ngumbar perbedaan antara istilah traveler dengan turis, dan merendahkan yang belakangan.
Date a boy who travels would get you more than a series of sit-in dates in fancy restaurants. Your dates will involve exploring the city, savouring the evening air, and tasting one of the cheapest foods in the bank of Code River.
A boy who does not mind sitting hours in a wrecked bus to Tangkahan, North Sumatra, a boy who prefers taking you to exploring the woods rather than sitting two-hours in the movie – he will spend the last one hour snoring!
He will enjoy the hours of waiting the boat in Bangsal taking tons of pictures, rather than booking a convenient boat to go to Gili T in Lombok.
The cycle of our life and all the fun that follows
Marry a man who treasures new experiences over a steady lifestyle. He will not bore you with the details of his day-to-day jobs after hours, but a discussion over where Diego Bunuel (or Charlie Boorman) is heading aired on NatGeo Adventure instead.
Satu hal yang mengusik saya ketika akan menikah sekitar dua tahun yang lalu adalah apakah saya masih bisa berjalan-jalan. Calon suami saya pada saat itu mengatakan dengan yakin bahwa saya tetap boleh bersolo backpacking — yang ternyata adalah kebohongan terbesar sepanjang sejarah! Bagaimana bisa solo backpacking, kalau tiap mau pergi selalu ada yang nginthil. Ga dink, setelah menikah dia blatantly bilang ga boleh jalan sendirian lagi.
Jadilah Filipina menjadi tempat terakhir saya bepergian sendiri dua bulan sebelum menikah. Usai sudah kebebasan saya melakukan solo backpacking.
Akhirnya saya berperan menjadi istri yang baik dengan menuruti suami. Tentu saja dengan catatan setiap ada kesempatan jalan harus dilaksanakan. Dia tentu senang-senang saja karena sama-sama suka melancong (from this time on you pay for two!). And I finally embraced a different kind of traveling. I travel with husband since.
Bepergian pertama dengan suami adalah bulan madu ke Vietnam. Katakanlah kami sudah cukup hapal dengan gaya traveling masing-masing sehingga yang ini pun kami lalukan dengan gaya backpacking. Beberapa perjalanan lain ke beberapa tempat di Indonesia maupun di negara lain membuat saya menyimpulkan bahwa traveler tidak harus single
Couple Travelers
Trip bersama suami. Bulan madu ke-9 (kira-kira) bersama Gembolan umur 4-5 bulan
Tentu saja bepergian yang seperti ini lebih kompleks. Pertama, bila anda berdua bekerja tentu harus mencocokkan jadwal cuti. Kedua, anggaran yang dikeluarkan sebenarnya sama saja, tetapi menjadi terasa lebih banyak karena anda menghitung untuk dua orang. Berbeda bila anda bepergian dengan kawan, di mana pengeluaran ditanggung masing-masing. Bila anda pasangan yang belum menikah, seharusnya juga lebih sederhana karena pengeluaran ditanggung masing-masing.
An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.