Tag Archives: Old Delhi

Pengalaman Shalat di Masjid-Masjid India


Mumpung masih bulan Ramadhan, saya ingin sedikit berbagi pengalaman shalat di masjid-masjid India. Mungkin Anda agak heran, apa yang istimewa? Toh shalatnya sama aja kan, tetep pake bahasa arab kan. Memang sih, shalatnya sama aja, tapi tetap ada suasana yang berbeda dan unik, yang akan saya ceritakan disini.

Masjid Jami di kawasan Old Delhi, India, masjid terbesar dan termegah yang dibangun Raja Shahjahan
Masjid Jama di kawasan Old Delhi, India, masjid terbesar dan termegah yang dibangun Raja Shahjahan

Pertama kali menginjak kaki di India, salah satu tujuan adalah Masjid Jama (kadang disebut Jami atau Jamek) di kawasan Old Delhi, masjid terindah dan terbesar di India. Masjid ini mampu menampung hingga 25.000 jamaah. Dibangun selama 6 tahun dari tahun 1650 hingga 1656 oleh Raja Shahjahan dari Kerajaan Mughal yang juga membangun Taj Mahal dan Benteng Merah (Red Fort), masjid ini memiliki 3 gerbang, 4 menara, dan 2 minaret (menara untuk mengumandangkan adzan) setinggi 40 m yang terbuat dari batu merah dan marmer putih. Yang menarik, di dalam masjid ini ada ruang terbuka besar, kira-kira berukuran 75 x 66 m, dan dipenuhi burung merpati. Penjaga masjid sesekali menaburkan biji-bijian ke atas lantai dan burung-burung akan beterbangan menuju biji-bijian. Kalau ada yang mendekati, burung-burung ini akan berhamburan terbang ke atas atap masjid.

Burung merpati beterbangan di dalam Masjid Jami, Old Delhi, India
Burung merpati beterbangan di dalam Masjid Jama, Old Delhi, India

Wisatawan bisa memasuki masjid ini secara gratis, namun bila membawa kamera akan dikenakan biaya. Kebetulan saya dan Olen (si Oliq masih jadi gembolan) datang pas hari Jumat, sehingga kami memutuskan untuk datang agak pagi agar bisa leluasa memotret dalam masjid yang sangat cantik ini. Menjelang jam 11, petugas masjid sudah mulai “mengusir” turis-turis karena memang saatnya shalat jumat. Khusus hari Jumat jam buka memang hanya sampai jam 11 siang dan baru buka lagi setelah shalat jumat selesai. Awalnya saya juga diusir, namun setelah mengatakan saya juga muslim dan ingin shalat jumat disini, akhirnya petugasnya paham dan membiarkan saya tetep di dalam masjid.

Petugas segera menggelar karpet di lapangan dalam masjid karena memang lapangan ini kotor terkena kotoran burung. Bisa dibayangkan banyaknya karpet mengingat luasnya lapangan ini. Oya, tatacara shalat jumat di sini agak berbeda. Adzan pertama dilakukan seperti biasa, diikuti khutbah jumat dalam Bahasa Hindi. Tentu saja saya hanya diam dan melongo. Kemudian setelah selesai khutbah pertama, muadzin mengumandangkan adzan kedua. Setelah selesai adzan, para jamaah segera shalat sunnah, diikuti khutbah kedua. Tidak seperti khutbah pertama, khutbah kedua lebih banyak doa-doa dalam bahasa arab sehingga saya sedikit familiar. Selanjutkan muadzin mengumandangkan iqomah. Namun bedanya, iqomah disini lebih mirip adzan (dua kali pengucapan tiap kalimat), beda dengan iqomah di Indonesia atau Arab Saudi. Selanjutnya shalat jumat dua rakaat seperti biasa, tidak ada yang berbeda. Selesai shalat, Imam memimpin wirid diikuti jamaah, mungkin hal ini juga umum dilakukan di Indonesia.

Taj Mahal di kota Agra, peninggalan Raja Shahjahan sebagai persembahan untuk almarhum istri tercintanya
Taj Mahal di kota Agra, peninggalan Raja Shahjahan sebagai persembahan untuk almarhum istri tercintanya

Pengalaman kedua adalah ketika kami shalat di masjid dalam kompleks Taj Mahal. Masjid ini terletak di sebelah barat bangunan utama makam Taj Mahal. Secara arsitektur, bangunan ini juga didominasi batu merah. Lantainya pun merah, dengan bentuk menyerupai sajadah, tepatnya sejumlah 569 sajadah. Saya sempat bertemu dengan orang Indonesia waktu shalat di sini. Saya juga sempat berbincang-bincang dengan imam masjid ini yang dipegang secara turun-temurun. Dia tampak sangat senang ada jamaah dari jauh yang shalat di masjid itu. Pada saat menjelang maghrib, kumandang adzan terdengar dari masjid ini. Ternyata muadzin adalah imam masjid itu sendiri. Kami pun menyempatkan diri shalat di masjid ini, kali ini berjamaah langsung dengan imam masjid. Yang membuat saya trenyuh, dari ribuan pengunjung Taj Mahal yang didominasi orang India, tak satupun dari mereka yang shalat di masjid ini. Saya pun kini paham kenapa sang imam sangat bahagia ada yang shalat di masjid ini. Padahal, di kota Agra tempat berdirinya Taj Mahal, ada banyak penduduk muslim. Selain itu, populasi muslim India sebenarnya cukup banyak, sekitar 20 % dari 1 milyar penduduk.

Masjid di kompleks Taj Mahal, sayangnya hanya bangunannya yang besar, namun jamaahnya sepi
Masjid di kompleks Taj Mahal, sayangnya hanya bangunannya yang besar, namun jamaahnya sepi

Selanjutnya pengalaman saya adalah shalat di kompleks Qutb Minar. Ini adalah minaret tertinggi di dunia pada masanya, dengan ketinggian mencapai 72 m dengan diameter bawah 14 m. Menara ini mulai dibangun tahun 1197 seiring dimulainya kerajaan Islam di India, dan perlu waktu 20 tahun untuk menyelesaikan menara dan bangunan sekitarnya. Di dalam kompleks Qutb Minar terdapat sebuah masjid yang bernama Quwwatul Islam di sebelah timur laut menara. Sayangnya, masjid ini kini dibiarkan menjadi puing-puing dan tidak lagi berfungsi sebagai tempat shalat. Kembali saya merasa sangat sedih mengingat sejarah kerajaan Islam yang sangat panjang di India. Awalnya saya berniat shalat di masjid ini, namun mengingat di dalam bangunan cukup kotor dan tidak layak sebagai tempat shalat, akhirnya saya shalat sendiri di taman dalam kompleks masjid. Tampaknya saya menjadi tontonan menarik sehingga ada beberapa orang sibuk memotret saya ketika shalat. Ternyata, ketika kami keluar, baru kami tahu kalau ada mushola kecil di dekat pintu gerbang. Namun ini tidak mengurangi kesedihan saya, mengingat harusnya Masjid Quwwatul Islam di dalam kompleks tetap berfungsi sebagai masjid dan tempat shalat.

Menara Qutb Minar yang menjadi menara adzan tertinggi di jamannya, bahkan masih salah satu yang tertinggi hingga kini
Menara Qutb Minar yang menjadi menara adzan tertinggi di jamannya, bahkan masih salah satu yang tertinggi hingga kini

Banyak pejalaran yang saya ambil dari perjalanan kami di India. Kerajaan Islam yang berdiri cukup lama dan kuat di India, ditunjukkan dengan banyaknya bangunan-bangunan yang impresif seperti Taj Mahal, Masjid Jami, Qutb Minar, ternyata bukan jaminan dakwah Islam berjalan dengan baik. Saya merasakan seolah-olah Islam seperti agama yang masih asing di sini. Memang kita perlu belajar dari sejarah pada masa Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin, dimana tidak ada bangunan-bangunan besar namun dakwah benar-benar terasa sehingga Islam bisa berkembang ke seluruh dunia hingga kini.

Mengunjungi Jejak Kejayaan Islam di India


India merupakan negara yang kompleks dengan lebih dari satu miliar penduduk, wilayah negara yang luas, serta kesenjangan sosial yang tinggi. Beberapa orang menyarankan saya untuk menunda perjalanan, karena saya tengah hamil empat bulan, dan India bukan merupakan tempat yang sesuai karena cenderung kumuh, kotor dan kurangnya prasarana publik.

Humayon’s Tomb

Tapi toh saya dan suami memutuskan untuk berangkat, karena kami memang menggemari travelling, dan backpacking selalu menjadi pilihan. Karena keterbatasan waktu, kami memutuskan untuk mengunjungi Delhi dan Agra. India bulan Januari tahun ini mencapai puncak musim dingin, dengan suhu berkisar antara 4 hingga 17 derajat Celcius.

Beberapa tempat wisata yang kami kunjungi antara lain Taj Mahal, Red Fort atau Lal Qila, Purana Qila, Jama’ Masjid, Qutub Minar, Humayun’s Tomb. Sebagian besar tempat wisata di India bagian utara adalah peninggalan Islam di mana Kekaisaran Mughal atau Mogul mencapai masa keemasan antara tahun 1500-1600 Masehi.

Jama’ Masjid

Hari pertama kami di Delhi merupakan hari Jumat sehingga kami memutuskan untuk mengunjungi Jama’ Masjid atau Masjid-i Jahān-Numā , sehingga suami saya bisa memunaikan ibadah shalat Jumat di masjid tersebut. Jama’ Masjid terletak di Old Delhi, atau kota tua. Masjid ini dibangun oleh kaisar Mogul ke-5, Shah Jahan yang juga membangun Taj Mahal, pada tahun 1650. Pembangunan masjid ini membutuhkan waktu 6 tahun dengan melibatkan lebih dari 5 ribu pekerja.

Jama’ Masjid mampu menampung sekitar 25 ribu jamaah. Bangunan serta pelatarannnya terbuat dari batu paras (sandstone) merah, merupakan bahan bangunan yang umum digunakan pada masa Kekaisaran Mogul. Masjid ini memiligi tiga gerbang besar,  empat buah menara, dan dua buah menara masjid yang masing-masing tingginya 40 meter. Dua menara masjid ini terbuat dari batu paras merah yang diselingi oleh marmer putih.

Shalat Jumat di masjid ini merupakan pengalaman yang cukup unik bagi saya. Kira-kira satu jam sebelum adzan, para petugas sudah menyuruh para turis asing untuk keluar. Ketika kami juga disuruh keluar, kami mengatakan bahwa kami Muslim dan hendak mengikuti namaz sehingga tetap diperbolehkan berada di dalam komplekd masjid.

Adzan dikumandangkan dua kali, yang pertama sekitar pukul 13.30, dilanjutkan dengan khutbah yang seluruhnya dalam bahasa Arab. Perempuan diperbolehkan untuk mengikuti shalat, walau waktu itu hanya ada sekitar 20 orang, dibandingkan dengan ribuan kaum laki-laki.

Masjid ini masih sangat gagah berdiri, dan merupakan masjid terbesar dan paling terkenal di India. Wisatawan mancanegara masih menjadikan Jama’ masjid sebagai ‘must-see’. Tiket untuk masuk ke kompleks masjid ini adalah Rs. 250 per kamera.

Taj Mahal

Taj Mahal, yang juga merupakan salah satu keajaiban dunia, adalah tempat wisata yang paling terkenal di India. Terletak di kota Agra, 195 km dari Delhi, Taj Mahal dapat dicapai dengan kereta, bus, maupun pesawat terbang. Setibanya kami di Taj Mahal, antrian masuk sudah sangat panjang. Mungkin karena hari Sabtu sehingga banyak wisatawan domestik maupun mancanegara mengunjungi tempat ini. Tiket untuk turis internasional adalah Rs. 750 per orang atau sekitar Rp 160.000. Antrian masuk ke kompleks Taj Mahal cukup lama, dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Alasannya adalah karena setiap pengunjung akan diperiksa dengan teliti oleh para petugas sebelum masuk. Hanya minuman, tas kecil dan kamera yang diperbolehkan untuk dibawa. Tripod, buku panduan, maupun tas besar harus ditinggalkan di loker yang telah disediakan. Makanan yang ditemukan oleh petugas akan dibuang begitu saja.

Kompleks Taj Mahal memiliki dua buah gerbang masuk, yaitu gerbang barat dan timur. Seperti yang telah banyak diketahui, Taj Mahal dibangun atas perintah Kaisar Shah Jahan untuk istri ketiganya yang telah meninggal, Mumtaz Mahal, sebagai tanda cinta yang abadi. Mulai dibangun pada tahun 1632, dan selesai pada tahun 1653, Taj Mahal dibangun menggunakan material dari India dan Asia. Lebih dari 1.000 gajah digunakan untuk mengangkut bahan bangunan tersebut. Marmer putih diangkut dari Makrana, Rajasthan, jasper dari Punjab, batu jade dan Kristal dari Cina. Batu turquoise dibawa dari Tibet, Lapis lazuli dari Afganistan, safir dari Sri Lanka dan carnelian dari Arab Saudi.

Masjid Taj Mahal terletak di sebelah barat hanya beberapa meter dari bangunan utama. Masjid ini terbuat dari batu paras merah, dibangun oleh Muhammad Isa. Interior masjid tersebut berisi kaligrafi nama-nama Allah serta cuplikan ayat-ayat Quran. Di sebelah timur Taj Mahal terdapat replika masjid dengan ukuran yang sama, namun tidak pernah digunakan untuk shalat.

Kami berkesempatan untuk menunaikan ibadah Slahat Maghrib di Masjid Taj Mahal dengan Imam Masjid. Sayangnya, hanya kami berdua yang menjadi jamaah shalat, padahal pada saat itu masih banyak pengunjung dan petugas yang ada dalam kompleks. Tampaknya seruan adzan yang dilakukan oleh Imam di menara masjid tidak dihiraukan oleh kaum muslim yang masih ada di sekitar Taj Mahal.

Qutub Minar

Qutub Minar merupakan tempat wisata sejarah lain yang wajib dikunjungi. Qutub Minar adalah menara masjid paling tinggi sedunia, setinggi 72,5 meter. Menara masjid ini mungkin hanya kalah dengan masjid Nabawi yang sudah direnovasi. Menara Qutub ini dibangun oleh  Qutb-ud-din Aibak dan diselesaikan oleh Iltutmish, menantus erta penerusnya. Qutub Minar juga dibangun dengan batu paras merah berukir kaligrafi dari ayat-ayat Quran.

Di kompleks Qutub Minar juga terdapat masjid tertua di India, Masjid Quwwat-ul-Islam yang didirikan oleh Qutb-ud-din Aibak pada tahun 1198 M.  Masjid ini dibangun dari bekas 27 kuil Jain yang dibangun sebelumnya pada masa Tomar dan Prithvi Raj Chauhan. Beberapa bagian kuil dibiarkan berdiri di bagian luar masjid.  Masjid ini sudah tidak digunakan lagi karena sebagian besar telah runtuh, namun pengunjung dapat menunaikan shalat di Masjid Mughlai yang ada di dekat pintu gerbang.

Di kompleks Qutub terdapat juga Pilar Besi  yang dibangun pada tahun 375 M oleh Chandragupta II. Pilar setinggi 7,25 m dengan berat lebih dari 6 ton. Pilar ini mengundang keingintahuan para arkeolog dan dan ahli metalugi, karena sama sekali tidak berkarat setelah lebih dari 1600 tahun berada di udara terbuka.

Perjalanan ke Qutub Minar merupakan tujuan wisata kami yang terakhir sebelum mengejar pesawat untuk kembali ke Jakarta. India, dengan lebih dari 12 persen penduduk Muslim memiliki kekayaan sejarah Islam yang luar biasa. Suasana kota yang kumuh dan kotor serta berdebu, seakan terlupakan ketika kita menyaksikan berbagai peninggalan sejarah yang sangat hebat ini.

Namun peninggalan sejarah yang hebat ini sekaligus menjadi ironi tersendiri bagi umat muslim. Tidak adanya jamaah saat kami sholat maghrib di Taj Mahal maupun tidak digunakannya lagi Masjid Quwwat-ul-Islam di komplek Qutub Minar menunjukkan rendahnya kesadaran beragama Islam di India. Dengan jumlah muslim lebih dari 12 persen dari 1 milyar lebih penduduk India, seharusnya gairah Islam lebih terasa dengan aktifnya kegiatan di masjid-masjid utama. Apalagi bila dikaitkan dengan kekuasaan Islam di India selama hampir 1000 tahun sampai menghasilkan banyak peninggalan-peninggalan luar biasa, kondisi Islam di India kini terasa sangat ironis. Semoga suatu saat Islam bisa kembali bangkit di India seperti pada masa kejayaannya dulu. Barakallah.

Published in Republika 23 January 2011:

http://republika.co.id:8080/koran/153/127795/Mengunjungi_Jejak_Kejayaan_Islam_di_India