Category Archives: United States

Crazy Rich Jakartan


Gara-gara nonton “Crazy Rich Asian” dalam perjalanan pulang dari Lagos (telat banget yak), saya kok jadi teringat pengalaman beberapa tahun silam saat berjumpa seorang Crazy Rich Jakartan. Oya, saya emang sangat jarang banget nonton film, apalagi yang di bioskop, biasanya juga cuma nonton pas kebetulan naik pesawat full service yang ada pilihan filmnya.

Jadi tahun 2013 saya ada biztrip ke Amerika untuk inspeksi peralatan yang akan dipasang untuk suatu proyek di kantor. Ini prosedur standar untuk memastikan peralatan yang dibeli memang sesuai spesifikasi dan bekerja normal sebelum dikirim ke Indonesia. Kebetulan bos lagi baik hati mau ngirim saya pergi jauh-jauh ke Amrik, biasanya dia sendiri yang pergi kalau jauh-jauh hahaha….

Continue reading Crazy Rich Jakartan

Grand Canyon, Keajaiban Alam di Benua Amerika


Sebagai pecinta alam yang eksotis, perjalanan ke Amerika Serikat kurang lengkap tanpa wisata ke Grand Canyon. Ya, kunjungan ke Grand Canyon yang fenomenal sudah menjadi impian saya sejak lama. Grand Canyon sebenarnya adalah ngarai terjal, menyerupai tebing, yang dibelah oleh Sungai Colorado yang berkelok-kelok. Dengan panjang mencapai 446 km, lebar hingga 29 km, dan kedalaman mencapai 1.800 m, proses alam yang luar biasa selama jutaan tahun telah membentuk Grand Canyon menjadi sebuah panorama menakjubkan di wilayah negara bagian Arizona, bagaikan maha karya ukiran raksasa pada suatu wilayah berbatu yang tandus namun cantik.

Grand Canyon, keajaiban alam yang fenomenal di negara bagian Arizona, Amerika Serikat
Grand Canyon, keajaiban alam yang fenomenal di negara bagian Arizona, Amerika Serikat, dilihat dari Guano Point

Dengan area yang luas, banyak spot untuk mengagumi keindahan Grand Canyon, namun secara umum lokasi destinasi wisata dibagi menjadi empat bagian sesuai arah mata angin, yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Kali ini saya memilih untuk berkunjung ke Grand Canyon Skywalk yang ada di bagian barat (Grand Canyon West), salah satu atraksi terbaru di Grand Canyon yang sangat menggiurkan bagi para pecinta ketinggian. Kebetulan lokasi ini juga yang paling mudah dijangkau dari Los Angeles, tempat singgah sementara di AS. Dari Indonesia, rute paling mudah adalah ke Los Angeles, California, di pantai timur Amerika. Banyak maskapai yang melayani rute Jakarta – LA, namun semua harus transit dulu, entah di Singapura, Hongkong, Tokyo, atau Seoul. Dari LA, perjalanan bisa dilanjutkan dengan jalan darat ke Las Vegas, Nevada, selama 4 jam, dilanjutkan dengan perjalanan selama 2 jam ke Taman Nasional Grand Canyon. Cara termudah dan fleksibel adalah dengan menyewa mobil di bandara, seperti umumnya dilakukan orang Amerika. Namun harap diingat, Anda harus membawa SIM internasional dan juga sebaiknya sudah familiar dengan setir kiri. Kalau tidak yakin, sebaiknya Anda naik bis ke Las Vegas, lalu dilanjutkan dengan paket tur dari Las Vegas ke Grand Canyon.

Las Vegas, kota judi yang identik dengan casino, tempat singgah utama menuju Grand Canyon West
Las Vegas, kota judi yang identik dengan casino, tempat singgah utama menuju Grand Canyon West

Pada waktu itu, saya beserta teman-teman memilih menyetir mobil sendiri karena kawan saya sudah cukup mahir menyetir di Amerika saking seringnya ditugaskan ke sana. Niat hati sih pengen nyetir Mustang Shelby GT500 yang legendaris, tapi berhubung rame-rame dengan bawaan segambreng, akhirnya kami pilih mobil MPV yang muat banyak. Karena perjalanan cukup jauh, kami putuskan untuk menginap dulu di Las Vegas, baru paginya berangkat ke Grand Canyon.

Mustang Shelby GT500, the real American Muscle Car, salah satu mobil idaman saya (ya, cuma ngidam aja sih)
Mustang Shelby GT500, the real American Muscle Car, salah satu mobil idaman saya (ya, cuma ngidam aja sih)

Perjalanan dari Las Vegas ke Grand Canyon benar-benar memanjakan mata. Hamparan gurun luas dengan tebing tebing tinggi seolah menjadi appetizer bagi sebuah main course yang sangat lezat. Kami juga melewati Hoover Dam yang membendung Sungai Colorado. Bendungan ini dibangun pada tahun 1935 dan hingga kini masih dianggap salah satu keajaiban teknologi di masa modern. Setelah kurang lebih 2 jam, kami sampai di titik terakhir mobil bisa memasuki kawasan Grand Canyon West, persis di sebelah bandara perintis. Grand Canyon West adalah rumah sekaligus kawasan perlindungan bagi suku asli Amerika, yaitu Hualapai (lebih popular dengan sebutan suku Indian, walaupun sebenarnya ini salah kaprah saat Columbus mengira Benua Amerika adalah India, tujuan sesungguhnya ekspedisi Columbus). Tak heran, sapaan pertama setelah turun dari mobil adalah “Welcome to the Hualapai Nation.”

Welcome to Hualapai Nation, sambutan di awal petualangan di wilayah Grand Canyon West
Welcome to Hualapai Nation, sambutan di awal petualangan di wilayah Grand Canyon West

Setelah parkir mobil, kami masuk ke tenda besar tempat penjualan tiket masuk dan souvenir. Pengujung wajib membeli minimal tiket Hualapai Legacy Package, yang terdiri dari Hop-on-Hop-off shuttle bus ke 3 lokasi, yaitu Eagle Point, Guano Point, dan Hualapai Ranch. Sekarang harga tiket Hualapai Legacy Package adalah US$ 43,32. Berhubung kami juga kepingin jalan-jalan di Skywalk, maka kami harus membeli tiket Legacy Gold Package seharga US$ 80,94. Paket ini sebenarnya adalah Hualapai Legacy Package ditambah tiket Skywalk dan makan siang. Walaupun cukup mahal, tapi rasanya sayang kalau sudah jauh-jauh datang tidak ke Skywalk.

Grand Canyon Skywalk, sebuah jembatan tanpa tiang (cantilever bridge) dengan lantai dan dinding transparan, sebuah karya fenomenal yang memungkinan manusia menikmati Grand Canyon dari perspektif mata elang
Grand Canyon Skywalk, sebuah jembatan tanpa tiang (cantilever bridge) dengan lantai dan dinding transparan, sebuah karya fenomenal yang memungkinan manusia menikmati Grand Canyon dari perspektif mata elang (sayangnya saat itu sedang ada renovasi sehingga foto kurang cantik)

Sepanjang perjalanan dari parkir mobil ke Eagle Point, lokasi Skywalk, kami sudah dihibur dengan hamparan pasir yang dihiasi tebing-tebing raksasa. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di Eagle Point, tempat pemberhentian pertama. Eagle Point sendiri merupakan nama yang diberikan oleh Suku Hualapai. Saya langsung terperangah melihat kecantikan Grand Canyon dari dekat. Tebing-tebing tinggi berwarna coklat kemerahan dihiasi garis-garis lapisan batuan dengan hamparan Sungai Colorado yang berkelok-kelok benar-benar keagungan Sang Maha Pencipta yang tidak bisa ditandingi. Sejauh mata memandang hanyalah gurun pasir, ngarai terjal, dan sungai yang tampak begitu kecil karena nun jauh di bawah sana. Alhamdulillah, saya tak mengira impian saya melihat Grand Canyon, bukan hanya Green Canyon, bisa terwujud saat itu.

Alhamdulillah, bisa menikmati Grand Canyon dari Eagle Point, salah satu impian saya sejak dulu kala
Alhamdulillah, bisa menikmati Grand Canyon dari Eagle Point, salah satu impian saya sejak dulu kala

Tanpa banyak buang waktu, kami segera menuju tujuan utama kami, Grand Canyon Skywalk. Sebuah jembatan transparan berbentuk U tanpa tiang penyangga, Skywalk adalah mahakarya rekayasa bangunan yang baru dibuka tahun 2007. Terletak sangat strategis di tepi ngarai yang menghadap kelokan sungai, jembatan ini menjorok sejauh 21 m dari bibir ngarai, dengan ketinggian mencapai 240 m dari titik terbawah di bibir sungai. Dengan lantai dan pagar pembatas berupa kaca tembus pandang yang didesain khusus untuk menahan beban manusia dan fenomena alam seperti angin, hujan, dan salju, Skywalk menjadi sebuah platform terbaik untuk menyaksikan keindahan Grand Canyon dari tepi ngarai.

Dengan biaya pembangunan sekitar 30 juta dollar dan kerumitan di balik pembuatannya, saya rasa tiket yang mahal cukup layak untuk ditebus. Oya, sebelum masuk Skywalk, kami menukar tiket dengan makan siang terlebih dahulu. Saat berjalan di atas jembatan, kami tidak diperkenankan membawa barang apapun, termasuk kamera. Bahkan alas kaki harus dilapisi sarung kain untuk mencegah goresan pada lantai kaca. Jembatannya tidak terlalu lebar, kira-kira hanya cukup untuk 2 orang berpapasan. Pada satu waktu, jumlah orang yang ada di jembatan dibatasi hanya 120 orang. Pengelola juga menyediakan jasa foto di tengah jembatan, yang hampir selalu dibeli oleh pengunjung walaupun harganya mahal. Kapan lagi bisa foto-foto narsis di atas Skywalk dengan background Grand Canyon yang eksotis. Soal pemandangan dari sini, jangan Tanya lagi, pastinya benar-benar cantik dan rasanya tidak ingin beranjak. Konsep jembatan ini adalah menyediakan platform bagi manusia untuk melihat Grand Canyon dari perspektif “eagle view.” Pengunjung memang seolah-olah terbang di atas Sungai Colorado dengan ketinggian sejajar dengan puncak ngarai, sebuah titik yang paling ideal untuk mengagumi keindahan tebing-tebing raksasa di sekeliling dengan tetap menikmati kecantikan lekukan Sungai Colorado.

Pemandangan Grand Canyon dari Eagle Point, lengkap dengan seekor elang yang terbang menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan
Pemandangan Grand Canyon dari Eagle Point, lengkap dengan seekor elang yang terbang menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan

Setelah keluar dari Skywalk, kami beranjak ke amphitheatre yang terletak persis di belakang Skywalk. Sayangnya, tak ada pertunjukkan pada saat itu. Untungnya masih ada berbagai rupa rumah asli Suku Hualapai yang sangat unik. Yang paling khas adalah Wikiup, yaitu rumah yang berbentuk kerucut dari kayu-kayu kecil yang sering digambarkan di kartun-kartun. Ada juga toko penjualan kerajinan tangan asli buatan Suku Hualapai.

Wikiup, rumah asli Suku Hualapai yang kerap digambarkan di kartun-kartun
Wikiup, rumah asli Suku Hualapai yang kerap digambarkan di kartun-kartun

Puas menikmati berbagai atraksi di Eagle Point, kami beranjak ke Guano Point. Dengan konsep Hop-on-Hop-off, pengunjung bisa kapan saja pergi ke tempat berikutnya. Guano Point menawarkan pemandangan yang lebih luas karena terletak di sebuah bukit. Pengunjung harus sedikit berusaha menaiki bukit untuk mendapatkan view 360 derajat yang benar-benar luar biasa.

Tenda di Guano Point, tempat rehat pengunjung yang lelah usai mendaki bukit-bukit di sekelilingnya
Tenda di Guano Point, tempat rehat pengunjung yang lelah usai mendaki bukit-bukit di sekelilingnya

Saya benar-benar terkagum-kagum melihat pemandangan tebing-tebing tinggi berlapis-lapis dengan liukan Sungai Colorado di bawahnya. Segala arah mata memandang hanyalah tebing-tebing coklat kemerahan dengan hamparan pasir di sekelilingnya. Namun disini pengunjung harus benar-benar hati-hati karena tidak ada pagar di sekeliling. Karena di sini ada beberapa titik pengamatan, pilih yang terletak cukup jauh dari tepi jurang. Kalaupun ingin menuju bukit yang paling dekat dengan tepi jurang, pastikan Anda bisa berjalan dan menaiki bukit dengan sangat hati-hati. Pastinya titik ini memberikan sensasi pemandangan yang paling dahsyat.

Grand Canyon dari Guano Point, tampak bukit di tepi jurang yang menjadi titik pengamatan terbaik sekaligus paling berbahaya
Grand Canyon dari Guano Point, tampak bukit di tepi jurang yang menjadi titik pengamatan terbaik sekaligus paling berbahaya

Puas memandangi karya Tuhan Yang Maha Kuasa, kami putuskan untuk kembali ke tempat parkir mobil karena hari sudah mulai sore. Kami tidak mengunjungi Hualapai Ranch karena waktu yang sudah mepet dan bukan tujuan utama kami. Atraksi utama di Hualapai Ranch adalah wahana yang menggambarkan kehidupan koboi ala Suku Hualapai. Di sini pengunjung bisa belajar membuat simpul dan menaiki kuda ala koboi. Bagi kami, rasanya tidak terlalu istimewa dan tujuan utama kami sudah tercapai, jadi pilihan untuk segera pulang rasanya lebih tepat mengingat perjalanan panjang kembali ke LA hari itu juga.

Oya, pada saat pulang, ada kejadian menarik saat kami kembali ke Las Vegas. Sekedar informasi, perjalan dari Las Vegas ke Grand Canyon West harus melewati jalan tanah di tengah gurun. Saat di tengah-tengah gurun tersebut, tiba-tiba kami terhadang kemacetan panjang.

“Wah, jauh-jauh ke Grand Canyon masih kena macet juga, di tengah gurun pula,” gerutu teman saya yang tiap hari sudah kenyang makan kemacetan Cibubur-Jakarta.

Ini di gurun Arizona lho, bukan macet di tol jagorawi atau dalkot :)
Ini di gurun Arizona lho, bukan macet di tol jagorawi atau dalkot 🙂

Semua orang turun dari mobilnya, beberapa orang yang sudah kebelet pipis segera mencari semak-semak atau kaktus sebagai tempat berlindung. Ya, ini benar-benar di tengah gurun tanpa suatu fasilitas, bahkan sinyal handphone pun tak ada. Rupanya, ada kecelakaan yang mengakibatkan sebuah mobil terbalik dan menghalangi jalan. Butuh waktu sekitar 2 jam sampai datang mobil Derek untuk menyingkirkannya ke tepi jalan.

Alhamdulillah, akhirnya kami bisa kembali melanjutkan perjalanan meski kemalaman, dengan sejuta memori keindahan Grand Canyon yang akan abadi di benak kami.

 

Corvallis, City at The Heart of Oregon’s Valley (Part One)


Corvallis has taken my heart away since I passed my first lonely, cold and harsh winter in 2008. I believe many of you never heard of Corvallis before, who would have unless they’re from Oregon ?

Just quick and dirty info, Corvallis is a small city with population about 54 thousand, and I swear to God, this number shrinks during the summer because three quarter of them are students who flee outside the “bohwring” city to work or just chill out and spending their parents’ money at bigger metropolitan cities such as Portland, Seattle, San Fransisco, Los Angeles, even New York. At the first week of my staying in Oregon (it was three weeks before the fall term started), I hardly see people. Instead, all I can see is cattle and Illama. Yaiks!

Anyways, a little geographic lesson is about to start. Where is Corvallis?

Corvallis is located in Central Western of Oregon (FYI, the not so famous state of Oregon is a rural treehugger backcountry located in the middle of California and Washington). According to Wikipedia, as they quoted from the US Census Bureau, the city has a total area of 13.8 square miles. It is as big as Yogyakarta city but way less populated, In compare to other cities around the Oregon’s Valley, Corvallis is among the smallest. In fact, a friend of mine who lived in Eugene- the second metropolitan city in Oregon, one hour drives away from Corvallis, once said (in Bahasa) that,” Corvallis itu kotanya kecil sekali sampai kentut gue pun bisa terbaui diseluruh kota (pardon my translation, Corvallis is sooo tiny weeny that even the whole city can even smell my fart). Continue reading Corvallis, City at The Heart of Oregon’s Valley (Part One)

Golden Gate Bay Cruise: Pesiar Musim Panas Teluk San Fransisco


Siapa yang tidak kenal San Fransisco, kota metropolitan di Pantai Barat Amerika Serikat ini sangat identik dengan Jembatan Golden Gate yang terkenal itu.

Saya memiliki kesempatan untuk mengunjungi tempat ini musim panas 2008, bersama dengan teman-teman dari Korea, Jepang, Amerika Latin dan Saudi Arabia. Wah, sangat ramai ya.

Perjalanan saya dimulai dari kota kecil bernama Davis, sebelah timur laut San Fransisco. Jika naik kereta Amtrak Coast Starlight dibutuhkan waktu tempuh sekitar 2 jam untuk sampai ke stasiun kereta terdekat di Emeryville. Dari lokasi ini, kami naik bus Amtrak menuju ke Fishermen Wharf dengan jarak waktu 40 menit.

Harga tiket Amtrak dari Davis ke San Francisco cukup mahal, yakni 29 Dollar sekali jalan. Namun, kami biasa mensiasati dengan mengajak lima teman sekaligus agar bisa membeli multiple ride ticket (10 tiket). Dengan begitu, kami cukup membayar 20 dollar saja sekali jalan .

Menikmati Pagi Berkabut di Bawah Golden Gate

Salah satu atraksi yang menarik minat wisatawan asing adalah paket keliling Pulau Alcatraz dan Golden Gate dengan menggunakan kapal pesiar Golden Gate Bay Cruise yang berangkat dari Pier 33, dekat Fisherman Wharf.

Sejak tahun 1939, Golden Gate Bay Cruise ini berlayar 8-12 kali sehari dimulai dari jam 10 pagi. Tiketnya bisa dipesan online di http://tours.redandwhite.com/eventperformances.asp?evt=1 seharga 26 Dollar untuk dewasa, 18 Dollar untuk anak berusia 7-18 tahun, dan gratis untuk bayi dan balita.

Dalam perjalanan menyusuri teluk San Fransisco ini, kami menikmati indahnya matahari pagi musim panas yang pelan-pelan menyeruak kabut tebal Pantai Pacific. Sayangnya, kami tidak tahan lama-lama berdiri di dek kapal. Meski katanya musim panas, angin laut pagi hari cukup terasa dingin. Untungnya kapal dilengkapi dengan jendela-jendela kaca yang lebar sehingga kami bisa melihat indahnya tiang-tiang penyangga Golden Gate yang berwarna kemerahan.

Misteri Pulau Alcatraz

Selain menikmati indahnya jembatan Golden Gate, kami juga bisa melihat Pulau legendaris Alcatraz dari kejauhan. Pulau kecil ini juga dikenal dengan nama lain “The Rock” alias bebatuan karena kontur tanahnya yang ditutupi bebatuan granit.

Dari kapal, saya bisa melihat bekas-bekas penjara dan mercusuar yang kini digunakan sebagai atraksi turis saja. Pulau Alcatraz sudah beralih fungsi setidaknya tiga kali dalam empat dekade. Pada tahun 1963, pulau yang terletak 2,4 kilometer dari teluk San Francisco ini dipergunakan sebagai penjara bagi penjahat federal dan penjara militer. Tahun 1969- 1970an, Pulau ini beralih fungsi diambil alih oleh suku Indian selama 19 bulan. Baru tahun 1972, Alcatraz di tetapkan menjadi taman nasional dan terbuka untuk umum.

Baju Berlapis Musim Panas nan Gaya

Sekedar tips bagi yang ingin mengunjungi wilayan San Francisco Bay, pakai baju yang berlapis. Namun jangan salah gaya. Tidak berarti anda harus mengenakan jaket winter berlapis, tidak! Cukup kenakan kaos lengan panjang, jaket trendi atau kardigan padukan dengan celana jeans dan syal katun tipis. Jangan lupa kenakan kacamata hitam anda, maklum matahari cukup terik dan silau. Poleskan juga tabir surya sesering mungkin agar kulit tidak terbakar matahari.