Plesiran Ojo Digawe Susah


Kebanyakan orang berpikiran saya dan Puput kompak banget kalau urusan traveling. Hmmm, secara umum sih memang kompak — terutama dalam menentukan frekuensi traveling dan destinasinya — tapi di luar itu enggak mesti!

Suami istri itu dua individu yang berbeda, cara berpikirnya pun berbeda, bahkan prioritas kadang berbeda pula. Kalo istri biasanya prioritas waktu traveling itu anak, kalau suami prioritas utamanya dompet wakakakka.

Walaupun pada umumnya kompak, tapi kami memang sering berantem masalah uang waktu traveling. Padahal, kalau di rumah, uang jarang jadi topik pembicaraan. Wong suami saya baik bener, kalau jatah uang belanja habis sebelum waktunya, dia kasih subsidi silang 🙂

Kaliren di Makau
Kaliren di Makau

Kalau lagi jalan-jalan beda lagi. Dia keluar tanduk.

Sementara prinsip Puput itu traveling hemat, prinsip saya jelas: plesiran ojo digawe susah. Namanya juga plesiran, harus bisa bikin seneng to? Lagian hari gini udah bukan jamannya traveling makin irit makin keren. Don’t rich guy difficult! Ojo kaya wong susah!

Jaman dulu, saya tidak terlalu mempermasalahkan ini. Tapi sekarang ada Oliq, jelas ada kebutuhan printhilan yang mendesak, semacam susu atau biskuit. Jadi saya harus pegang uang sendiri kalau lagi jalan, biar nggak selalu minta sama juragan.

Kalau lagi jalan ke luar negeri, Puput memang menjadi sangat perhitungan dengan uang. Receh-receh dikumpulkan semua. Kalau mau beli air minum selalu pilih yang paling murah (oke saya terima). Beli cemilan juga pilih yang paling murah (saya nggak terima terutama karena Oliq juga selalu minta cemilan yang spesifik, misal: Loacker rasa cokelat, atau M&M’s. Jadi bukan wafer Tango atau Selamat, bukan juga cokelat Cha Cha <– Balita Hedon)

Dalam beberapa trip terakhir, kasus yang paling parah di Makau ketika seharian Oliq cuma makan roti tawar. Agak berbeda sih karena waktu itu kami kesulitan mencari makanan halal. Puput yang biasanya memperbolehkan makan ayam (yang tidak jelas disembelihnya seperti apa) pun melarang makan KFC karena di Makau dan Hong Kong ayamnya tidak disembelih, melainkan dicekik. Katanya lhooo…

Kalau urusan halal dan haram saya masih bisa terima #SimbokSolehah *kibas kerudung*

Nah waktu di Yangon ini saya tersiksa banget. Pas hari terakhir uang udah mepet dan Puput dengan alasan ini itu nggak mau ambil uang lagi. Yaelah, tarik di ATM kalau kena charge paling juga nggak sampai 50 ribu udah sama kerugian kursnya. Tapi itulah, Puput mendadak pelit kalau lagi di luar negeri, sementara CIMB Malaysia saya nggak bisa untuk tarik tunai karena memang diblok. ATM Mandiri sama BCA saya kosong melompong.

Kelaparan di Yangon
Kelaparan di Yangon

Waktu malam terakhir udah nggak punya uang lagi karena sisa kyat cuma cukup buat bayar taksi ke bandara besoknya. Saya merengek minta dibelikan nasi bakwan saja tidak dipenuhi padahal saya udah hamil 4 bulanan dan laper berat. Oliq pun nggak jadi makan malam, plus cookiesnya juga udah dihabisin Puput.

Kepelitan ini tidak berakhir begitu saja. Minggu lalu waktu kami ke Seremban, ke air terjun, saya minta dibelikan nasi. Puput belinya nasi lemak cuma 2 porsi, padahal Oliq saja makannya banyak banget sekarang ini. Sementara Simbok udah hamil 8 bulan dan makannya juga kaya buto ijo. Nah waktu diprotes, kok orangnya tiga belinya dua, jawabnya bisa tebak dong, “Ya udah ini buat kamu sama Aik aja, aku nggak usah.” Nggak gitu juga kaliiiiiii.

Ini kenapa jadi postingan curhat gini.

Berkaca dari kejadian-kejadian pilu yang sudah berlalu, waktu ke Turki kemarin saya pinter dong. Saya diam-diam tukar uang euro sebelum berangkat. Jumlahnya pun nggak tanggung-tanggung 200 euro atau setara Rp 3,4 juta. Ini inisiatif gara-gara sebelum berangkat Puput hitung-hitung dan duit yang dibawanya pas banget. Makanya saya tidak mau ambil resiko terkemper-kemper di benua lain, nggak makan gara-gara ga mau ambil uang di ATM. Ternyata uang saya kepakai bener buat beli souvenir, dan buat jajan kebab. Rasanya memang lebih bebas bawa uang sendiri. Jajan ini itu pun bisa bebas. Sisanya masih lumayan banyak sih ada 100 euro lebih, nggak apa-apa buat persediaan di masa depan.

Nah itulah saya, emoh susah saat traveling.

Masalah akomodasi, saya juga ketat banget. Minimal bintang 2 untuk hotel, dan saya juga anti sharing bathroom. Lebih pilih apartemen karena lebih leluasa dan bisa memasak sendiri. Kalau untuk urusan ini, nggak pernah berantem sama Puput. Dia sudah percaya sekali dengan kemampuan saya pilih akomodasi. Lagi pula, walaupun melalui situs online seperti Agoda dan booking.com, dibayar dengan kartu kredit Puput, kartu As-nya ada di tangan saya: CVV kartu kredit Puput 😀

Untuk transportasi sih kami sepaham: maskapai apa saja yang paling murah. Nggak mikir bagasi, nggak mikir space kaki, nggak mikir jam keberangkatan.

Kalau nggak mau susah pas traveling ke mana-mana naik taksi dong?

Nggak gitu juga, kali. Kebetulan saya penggemar jalan kaki. Suka banget city walk. Untuk lokasi yang tidak walking distance, kalau transportasi umumnya nyaman seperti Malaysia, Singapura, Thailand, jelas saya pilih naik MRT/LRT/bus. Kalau seperti di Yangon, di mana adanya bus umpel-umpelan yang rutenya nggak jelas, kami lebih pilih taksi karena tarifnya pun murah. Di Turki kami full hanya naik transportasi umum seperti trem, funicular, Metro, dan bus.

Untuk urusan makan pun sebenarnya saya gampang saya. Contoh yang tadi berantem dengan Puput itu kan antara makan atau tidak makan. Kalau makan, yang sederhana pun tidak masalah. Asal makan yang layak, kalo bisa ditambah susu dan jus karena biasanya kita kurang sayur dan serat saat liburan. Tidak perlu harus ke Cafe X yang lagi hits, atau ke Warung Y yang menjual cendol paling enak sedunia, atau ke Resto Z punyanya Jamie Oliver, misalnya.

Pokoke wareg, wis seneng. Tapi kudu wareg, lho!

Saya juga bukan tipe orang yang bersenang-senang dahulu, berhemat-hemat kemudian. Seperti yang pernah saya tulis di sini, saya lebih suka tipe “nabung” dan “nyicil” di depan. Jadi, ketika berangkat kartu kredit sudah dilunasi sehingga memudahkan kita juga untuk menggunakannya di luar negeri sebagai cadangan dana darurat. Hotel, walaupun kadang dibayar tunai, uangnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Uang saku pun demikian. Jadi tidak ada ceritanya pulang plesiran harus puasa ini itu, nyicil ini itu. Habis plesiran ya lanjut merencanakan plesiran berikutnya, dong.

Terus gimana kalau memang dana yang tersedia mepet?

Plan accordingly! Jangan keinginan mengalahkan dana. Lihat dulu dananya ada berapa, baru diputuskan hendak ke mana, berapa lama, dan apa saja yang harus dihemat supaya liburannya maksimal tapi ndak koyo wong susah juga!

Buat apa ngegembel ke luar negeri, malu-maluin bangsa, kalau mau ngegembel di dalam negeri aja wakakakakkakakak *tawa tengah malam*

***

 

 

 

36 thoughts on “Plesiran Ojo Digawe Susah”

  1. wah kalau baca blognya mba olen nih kayaknya hidupnya seneng terus ya liburan mulu walau kadang kayak wong susah akibat kepelitan eits hehe penghematan kali ya..

    setiap bulan liburan terus ya mba? pengen juga tapi sellau mentok dg jadwal dan apalagi ngeri terbang hehe..

    Like

  2. Ini postingan apa sih? Aku sebagai gembel kelas papan atas plafon gak terima.

    Waktu plesiran di Jepang aku ngempet mangan enak, tiap pagi sarapan onigiri 15rb yang cuma seuprit, siangnya puasa, malamnya cari yang murmer. Klo gak gitu bangkrut aku mbok.

    Tapi bener aku gak pernah susah makan klo pas halan-halan, masuk rumah makan ato restoran pasti milih yang paling murah sendiri dan porsinya paling banyak hahahaha… mlaku mlaku iki butuh tenaga soale, ra mangan ra kuat plesiran bahkan ra kuat tekan tombol shutter kamera hahaha..

    aku gembel bahagia kok orah susah :p

    Like

  3. Hahaha, Lucu tenan iki. Pokoke jangan nggembel. Masalah ngirit budget makan sampe to the max ITU lain soal hahaha. BTW setujulah… Liburan mah liburan, tapi jangan kayak orang susah.

    Like

  4. Setuju lagi sama Simbok *kasi saweran*. Ya udah kerja capek-capek setahun sampe lembur, hemat-hemat di rumah dan kantor. Lah…kok liburan malah makin susah dan saklek.

    Untung sama Biyungku sedari kecil gak ditanamkan bergantung sama nasi. Selama karbo bisa dipenuhi dari roti atau kentang rasanya udah cukup. Selama ada buah dan sayur (hell yess to Boost Juice in KL), kebutuhan serat udah bisa dipenuhi. Masalah jajan aja awakku iki rada beringas, Omnivora soale. Selama berkecimpung di blantika traveling, belum pernah seumur-umur bawa saus, mie instan, atau makanan apalah dari rumah. Berat-beratin.

    Like

    1. Wah! Kalo jalan2 sama Kokoh ini enak. Kalau misal lapar pas jalan, diajak jajan cilok/batagor wes wareg 😆

      Aku pernah tuh pas jalan bawa mie instan, tapi akhirnya dikasih ke yg jaga penginapan soalnya ga sempet dimasak.

      Like

      1. Mbak Dian : aku suka hidangan sepinggannya Batagor loh, mbak. Termasuk Siomay & Pemoek juga. Lah makan itu tok kenyang kok.

        Like

    2. Kurang #TravelerCongkak opomeneh Kokoh siji iki. Boost Juice og piye, sakgelas 50 ribuan, kadang rasane aneh. mending nggo mangan nasi lema sak cething

      Like

      1. Huwakakaka. Baru ngeh aku kalo dirupiahkan ternyata segitu. Tapi ya kenyang kok terutama yg pake seledri, lemon, & apel. Tahun kemarin puasa di KL sahurnya 2 gelas itu tok. Alhamdulilah, tahan sampe buka…pake makanan gratisan di Mesjid Jamek 😜

        Like

      2. 15 ringgit kan yg besar? hampir 60 ribu. aku ga jodoh sama boost tiap beli rasanya ga cocok. harganya juga sih wakakak

        Like

  5. Puput modelnya kya bojoku mbok klo lagi2 plesiran pelit jadi peliit pwooll…kya kemaren aku pengen ke legoland jan emoh tenan..ga sudi buang duit segitu utk main tok 😦

    Like

    1. oh iya kami ke Johor juga nggak ke Legoland. Sekarang belum worth it mahal banget segitu. lebih milih ke pantai2 gratisan #kere

      Like

  6. asiknya kalo punya tabungan sendiri ya mba, jadi ga terlalu tergantung sama suami saat jalan2 dan kelaparan seperti yg diceritakan di atas..

    Like

    1. kata suamiku sih iya, tapi mbuh yo. kalo yang di siem reap emang benar dicekik, soalnya lihat sendiri di pasar. pulang dari pasar cuma makan ikan doang

      Like

  7. mba, kok ya aku lgs ngakak baca kepelitan suamimu ini 😀 hahaahha… ampun deh ah… emg beda bgt kalian berdua ya..

    aku sndiri ama pak suami udh bikin perjanjian dr awal… pokoknya gaji dia utk semua keperluan rumah tangga dan sekolah anak nanti, smntara gajiku utk jajanku dan traveling 😀 Itu tok. .. jd tiap traveling, udh jls, itu semua aku yg atur, si pak suami dan baby tinggal duduk manis aja deh … secara aku jg ga suka susah, jdnya mrk pasti tenang krn maminya ini udh pasti ga mw ngegembel bgt di negara org 😀 Apalagi soal makanan, wiiih, justru aku mwnya coba yg aneh dan khas di sana, tp ga yg haram jg 😀 Ga ada kata hemat utk makanan saat traveling deh ;p

    Like

    1. kalau untuk plan travelingnya ga masalah. Pas di sananya itu lho yg selal bikin perkara. padahal ya ampun ga mahal juga kalau makanan, wong aku dikasih maem warungan aja mau. pokoke sing penting wareg

      Like

  8. Terima kasih sudah berbagi pengalaman, Mbok! Memang kudu hemat, tapi hemat kan tidak berarti jadi susah, ya. Traveling kan pada hakikatnya supaya pikiran tenang dan hati senang, jadi mesti direncanakan dengan sungguh-sungguh, tapi tidak usah ngoyo memforsir kemampuan diri :hehe.

    Like

  9. My favourite quote :
    “Buat apa ngegembel ke luar negeri, malu-maluin bangsa, kalau mau ngegembel di dalam negeri aja ”

    Setuju banget mbaa…travelling ga perlu dibikin susah, yang penting sesuai budget.. keinget banget gara-gara mau ngirit dan ga kena bagasi, tiap hari nyuci baju di hotel (karena ga ada coin laundry juga sih),,fiuhhh..malah capek sendiri, ga menikmati liburan

    Like

Leave a reply to enci harmoni Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.